Penghargaan Inovasi Anak Bangsa: Pantau Air Laut

Tim peneliti Universitas Padjadjaran telah berhasil membuat dua alat pemantau kondisi air laut yang juga bisa digunakan di danau dan waduk. Kedua alat ini merupakan hasil kerja sama dengan PT Robo Marine Indonesia di Bandung, yang didukung oleh dana hibah dari United Nations Development Programme (UNDP). Alat pertama yang dibuat adalah RHEA (Drifter GPS Oceanography Coverage Area), sedangkan alat kedua disebut ARHEA (Advanced Drifter GPS Oceanography Coverage Area). Alat ini mendapatkan Penghargaan Inovasi Anak Bangsa di Jawa Barat.

RHEA merupakan tabung berwarna kuning yang terbuat dari aluminium alloy dengan diameter 144 milimeter dan panjang 1 meter. Bobotnya sekitar 10 kilogram dan dilengkapi dengan berbagai sensor, baterai, penyimpan data, global positioning system (GPS), serta sistem komunikasi lewat radio dan satelit. Tabung ini juga dipasangi pelampung sehingga bisa mengapung di perairan terbuka atau tertutup. Sensor yang terpasang pada RHEA bisa mengukur parameter atmosfer seperti suhu udara dan kelembapan, serta parameter di dalam air seperti kondisi salinitas atau kadar garam, derajat keasamaan (pH), suhu air, oksigen terlarut (DO), dan kekeruhan. Pengguna bisa mengatur waktu pengukuran oleh sensor, misalnya per 5 menit, 30, atau 60 menit.

Setelah data terukur disimpan, RHEA akan mengirimkannya via satelit ke Pusat Data Kelautan Terintegrasi yang dikembangkan oleh Universitas Padjadjaran. Portal ini meraih juara kedua di ajang Kompetisi Inovasi Jawa Barat 2022. Data yang dikumpulkan bisa digunakan oleh berbagai pihak yang terkait erat dengan laut, seperti Dinas Kelautan, lembaga riset, atau institusi lain. Misalnya untuk mengetahui keberadaan ikan di perairan dan memetakan areanya. Masa pakai baterai RHEA sekitar tiga bulan di perairan, setelah itu bisa diambil untuk pengisian ulang baterai. Harga alat ini sekitar Rp 100 juta per unit, tergantung kebutuhan sensor yang diinginkan pengguna.

News Geek: Ransomeware Serang Guardian dan Minta Tebusan

ARHEA memiliki bentuk, ukuran, dan sensor parameter yang mirip dengan RHEA, tetapi bobotnya lebih berat yaitu 15 kilogram. Selain itu, ARHEA juga memiliki kemampuan menyelam hingga kedalaman maksimal 200 meter. Sebelum mencapai batas jarak terdalam, sensor akan memberi sinyal agar alat segera naik dengan dorongan gas. Selain itu, ARHEA juga dilengkapi dengan sistem pengisian ulang baterai secara otomatis. Riset alat ini juga mendapat dukungan dari UNDP dan meraih juara pertama di ajang inovasi.

Selain untuk mendeteksi tingkat polusi air dan keberadaan ikan, alat RHEA dan ARHEA juga bisa digunakan untuk mengamati perubahan iklim dan mengidentifikasi sumber polusi air. Alat ini bisa dipasang di perairan terbuka maupun tertutup, dan akan bergerak sesuai arah arus air. Data yang dikumpulkan dari kedua alat ini bisa digunakan untuk keperluan riset, perencanaan, dan pengelolaan sumber daya perairan. Penggunaan alat ini bisa mengurangi ketergantungan terhadap metode pengamatan manual yang lebih mahal dan tidak efisien, sekaligus meningkatkan efisiensi dan akurasi pengamatan kondisi air dan ikan. Alat ini juga bisa digunakan untuk memantau tingkat polusi air dan keberadaan ikan di danau dan waduk, bukan hanya di laut.

Selain RHEA dan ARHEA, tim peneliti juga mengembangkan portal penerimaan data pemantauan yang meraih juara kedua di Penghargaan Inovasi Anak Bangsa Jawa Barat 2022. Portal ini bisa membantu dalam meningkatkan efisiensi dan akurasi pengamatan kondisi air dan ikan, serta membantu dalam pengelolaan sumber daya perairan yang lebih baik. Dengan adanya alat RHEA dan ARHEA serta portal penerimaan data pemantauan, diharapkan dapat membantu dalam pengelolaan sumber daya perairan secara lebih efektif dan efisien, serta membantu dalam mengurangi polusi air dan melestarikan keberlangsungan hidup ikan di perairan. Penghargaan ini diumumkan secara langsung di website resmi UNPAD.